Tergantung dari sisi mana kita melihatnya maka protein skimmer bisa digantikan bisa pula tidak.
Kalau dilihat dari filtrasi secara keseluruhan adalah untuk memperbaiki kualitas air bisa saja digantikan oleh proses filtrasi lain. Misalnya dg banyaknya bakteri pengurai nitrogen, filtrasi kimia dg berbagai media, makro algae, sistim anaerob dll.
Pada akhirnya adalah kualitas air yang baik
Tapi bila dilihat dari kemudahan dan praktisnya proses filtrasi dengan mengisolasi bahan baku yang bakal merusak kualitas airmaka (sepertinya) belum ada yg dapat menggantikan protein skimmer.
Untuk mudahnya coba dg simulasi ini :
Tanpa protein skimmer
10 protein ---> 100 amonia ---> 1000 nitrit ---> 10.000 nitrat
maka 10.000 nitrat yang harus diserap oleh refugium, anaerob dan media filtrasi kimia.
Bila dg protein skimmer (asumsi efektifitasnya hanya 70 %)
Maka . . . .
10 protein ---> skimmer membuang 7 protein sisa 3 protein ---> 30 amonia ---> 300 nitrit ---> 3000 nitrat
3000 nitrat yang harus di serap oleh refug, anaerob dan media filtrasi kimia.
Tentunya menyerap 3000 nitrat akan lebih ringan dibanding menyerap 10.000 nitrat.
Dalam refugium lebih sedikit makro algae shg butuh space relatif kecil.
Anaerob yang relatif lamban akan sempat mengurai nitrat.
Yg terpenting lagi media kimia tidak cepat jenuh, shg umur penggantian bisa lebih lama mengingat media kimia cukup mahal.
Menurut pendapat saya, bisa saja protein skimmer digantikan dg berbagai macam sistim filtrasi lainnya, tetapi operasionalnya akan membutuhkan tempat dan biaya yang mahal.
Sedangkan dg protein skimmer hanya membutuhkan listrik tetapi menghemat tempat dan media kimia.
Belum lagi kelebihan lainnya spt aerasi, stabilnya kelarutan gas, fluktuasi pH yg relatif kecil, menghambat perkembangan mikroorganisme dll.
Jadi selanjutnya terserah masing2 mau menggunakan skimmer atau tidak yang terpenting kualitas air tetap bagus.
A. Ariawan